Jendela

Selasa, 31 Maret 2015

NABI MUSA ± ABAD KE-13 SM

Mungkin sekali, tak ada manusia dalam sejarah yang begitu luas dikagumi seperti halnya Nabi Musa, nabi orang Yahudi. Lebih dari itu, selain ketenarannya, juga jumlah pengikut yang memujanya secara pasti terus meningkat sepanjang jaman. Diperkirakan Musa tenar pada abad ke-13 SM, bersamaan sekitar masa Ramses II, dan dianggap pimpinan perpindahan besar-besaran bangsa Israel dari Mesir, wafat tahun 1237 SM. Di masa Musa hidup --seperti dijelaskan dalam buku Exodus-- ada kelompok orang Yahudi yang menentangnya. Tetapi, tak kurang dari lima abad lamanya Musa diagung-agungkan oleh orang-orang Yahudi. Mendekati tahun 400 SM kemasyhuran dan nama baiknya menyebar luas ke seluruh Eropa berbarengan dengan Agama Nasrani. Beberapa abad kemudian Muhammad mengakui Musa sebagai seorang nabi yang sesungguhnya, dan dengan berkembangnya Islam, Musa menjadi pula tokoh yang dikagumi di seluruh dunia Islam (termasuk Mesir). Kini, sesudah tiga puluh dua abad terhitung dari masa hidupnya, Musa dihormati oleh orang Yahudi, Nasrani dan Islam sekaligus, dan bahkan juga oleh kaum yang tak mempercayai Tuhan. Berkat kemajuan komunikasi, dia mungkin lebih terkenal sekarang ketimbang di masa lampau.
Di samping ketenarannya, informasi yang bisa dipercayai menyangkut kehidupan Musa tidaklah banyak. Bahkan ada spekulasi (meski tidak diterima oleh sebagian besar ahli ilmu pengetahuan) bahwa Musa itu sesungguhnya orang Mesir, karena namanya berbau Mesir dan bukan Yahudi. (Nama Musa berarti "anak" atau "anak lelaki," dan banyak digunakan sebagai bagian dari banyak firaun. Kitab Perjanjian Lama berisi cerita-cerita tentang Musa yang hampir tak banyak maknanya karena sudah banyak dijejali dengan serba keajaiban. Kisah-kisah tentang Musa dapat menimbulkan malapetaka,tentang Musa bisa mengubah para pembantunya menjadi ular, merupakan contoh-contoh kejadian yang di luar kelaziman alamiah.
Hal-hal macam ini membebani orang dengan kemustahilan sehingga melempangkan jalan agar orang percaya bagaimana Musa yang sudah berumur delapan puluh tahun saat itu berkesanggupan melakukan exodus, memimpin bangsa Yahudi melintasi padang pasir dalam jangka waktu tak kurang dari empat puluh tahun. Sebetulnya kita ingin tahu persis apa sebetulnya yang sudah berhasil diperbuat Musa sebelum kisah-kisahnya terkubur dalam semak-semak dunia dongeng.
Banyak pihak yang berkeinginan melakukan penafsiran yang wajar dari khazanah kisah Injil, misalnya tentang sepuluh wasiat larangan, tentang penyeberangan Laut Merah. Tetapi, paling disenangi dari cerita-cerita Perjanjian Lama menyangkut perikehidupan Musa adalah dongeng-dongengnya yang bisa disejajarkan dengan kisah-kisah mitologi. Cerita Musa tentang tanaman merambat ke atas tak kunjung berakhir amatlah mirip dengan cerita Babylonia, Sargon dan Akkad, raja besar yang memerintah sekitar tahun 2360-2305 SM.
Pada umumnya, ada tiga hasil besar yang dihubungkan dengan perbuatan Musa. Pertama, dia dianggap tokoh politik yang memimpin orang Yahudi melakukan perpindahan besar-besaran dari Mesir. Dalam hal ini, jelas memang dia layak menerima penghargaan itu. Kedua, dia berhasil sebagai penulis jilid pertama dari Panca Jilid Injil (Genesis, Exodus, Leviticus, Numbers dan Deuteronomy), yang sering dikaitkan dengan "Lima buku Musa" dan menyusun Torat Yahudi. Buku ini termasuk Kode Musa, serangkaian hukum yang menjadi dasar tingkah laku kaum Yahudi dalam Injil, termasuk dalam "Sepuluh Perintah Keramat" (Ten Commandments). Dari sudut besarnya pengaruh khususnya Torat dan umumnya Ten Commandments, para penulis tak syak lagi dapat digolongkan orang besar yang punya pengaruh langgeng. Tetapi, umumnya sarjana-sarjana Injil bersepakat bahwa Musa bukanlah satu-satunya penulis buku itu. Buku itu tampaknya ditulis oleh beberapa penulis dan sebagian besar isinya tidak ditulis sebelum wafatnya Musa. Ada kemungkinan Musa memainkan beberapa peranan dalam hal penghimpunan adat kebiasaan Yahudi atau bahkan menggariskan hukum-hukum Yahudi, tetapi tak ada bukti pasti sejauh dan sebesar apa peranan yang dilakukannya.
Kemudian, banyak orang menganggap Musa sebagai pendiri monoteisme Yahudi. Rasanya tidak ada alasan kuat yang bisa menunjang anggapan itu. Satu-satunya sumber informasi kita mengenai ihwal Musa adalah Perjanjian Lama, dan Perjanjian Lama jelas-jelas dan tak meragukan berkaitan dengan Ibrahim selaku pendiri monoteisme. Meskipun begitu, memang benar juga monoteisme Yahudi tak bisa tidak sirna tanpa Musa dan tak perlu dipermasalahkan lagi Musa memang pegang peranan yang menentukan dalam hal memelihara dan menyebarkan. Dalam hal ini, tentu saja, terletak arti penting peranannya yang terbesar sesudah Agama Nasrani dan Islam, dua agama terbesar di dunia yang keduanya bersumber pada monotheisme. Gagasan adanya Tuhan Yang Esa, yang dengan sepenuh hati dipercayai Musa, yang akhirnya menyebar ke sebagian besar dunia.

UMAR IBN AL-KHATTAB ± 586-644


 Oleh Abdul Falah Al-Ciputaty

Sebuah mesjid di Kairo diberi nama "Mesjid Umar ibn al-Khattab"
`Umar Ibn al-Khattab adalah khalifah kedua, dan mungkin terbesar dari semua khalifah Islam. Dia sejaman namun lebih berusia muda ketimbang Nabi Muhammad. Dan seperti juga Muhammad, dia kelahiran Mekkah. Tahun kelahirannya tidak diketahui, tetapi menurut taksiran tahun-586.
Asal-muasalnya `Umar Ibn al-Khattab merupakan musuh yang paling ganas dan beringas, menentang Muhammad dan Agama Islam habis-habisan. Tetapi, mendadak dia memeluk agama baru itu dan berbalik menjadi pendukung gigih. (Ini ada persamaannya yang menarik dengan ihwal St. Paul terhadap Kristen). `Umar Ibn al-Khattab selanjutnya menjadi penasihat terdekat Nabi Muhammad dan begitulah dilakukannya sepanjang umur Muhammad.
Tahun 632 Muhammad wafat, tanpa menunjuk penggantinya. Umar dengan cepat mendukung Abu Bakr sebagai pengganti, seorang kawan dekat Nabi dan juga mertua beliau. Langkah ini mencegah ada kekuatan dan memungkinkan Abu Bakr secara umum diakui sebagai khalifah pertama, semacam "pengganti" Nabi Muhammad. Abu Bakar merupakan pemimpin yang berhasil tetapi beliau wafat sesudah jadi khalifah hanya selama dua tahun. Tetapi, Abu Bakr menunjuk `Umar jadi khalifah tahun 634 dan memegang kekuasaan hingga tahun 644 tatkala dia terbunuh di Madinah oleh perbuatan seorang budak Persia. Di atas tempat tidur menjelang wafatnya, `Umar menunjuk sebuah panita terdiri dari enam orang untuk memilih penggantinya. Dengan demikian lagi-lagi kesempatan adu kekuatan untuk kekuasaan terjauh. Panitia enam orang itu menunjuk `Uthman selaku khalifah ke-3 yang memerintah tahun 644-656.
Dalam masa kepemimpinan sepuluh tahun `Umar itulah penaklukan-penaklukan penting dilakukan orang Arab. Tak lama sesudah `Umar pegang tampuk kekuasaan sebagai khalifah, pasukan Arab menduduki Suriah dan Palestina, yang kala itu menjadi bagian Kekaisaran Byzantium. Dalam pertempuran Yarmuk (636), pasukan Arab berhasil memukul habis kekuatan Byzantium. Damaskus jatuh pada tahun itu juga, dan Darussalam menyerah dua tahun kemudian. Menjelang tahun 641, pasukan Arab telah menguasai seluruh Palestina dan Suriah, dan terus menerjang maju ke daerah yang kini bernama Turki. Tahun 639, pasukan Arab menyerbu Mesir yang juga saat itu di bawah kekuasaan Byzantium. Dalam tempo tiga tahun, penaklukan Mesir diselesaikan dengan sempurna.
Penyerangan Arab terhadap Irak yang saat itu berada di bawah kekuasaan Kekaisaran Persia telah mulai bahkan sebelum `Umar naik jadi khalifah. Kunci kemenangan Arab terletak pada pertempuran Qadisiya tahun 637, terjadi di masa kekhalifahan `Umar. Menjelang tahun 641, seseluruh Irak sudah berada di bawah pengawasan Arab. Dan bukan cuma itu: pasukan Arab bahkan menyerbu langsung Persia dan dalam pertempuran Nehavend (642) mereka secara menentukan mengalahkan sisa terakhir kekuatan Persia. Menjelang wafatnya `Umar di tahun 644, sebagian besar daerah barat Iran sudah terkuasai sepenuhnya. Gerakan ini tidak berhenti tatkala `Umar wafat. Di bagian timur mereka dengan cepat menaklukkan Persia dan bagian barat mereka mendesak terus dengan pasukan menyeberang Afrika Utara.
Sama pentingnya dengan makna penaklukan-penaklukan yang dilakukan `Umar adalah kepermanenan dan kemantapan pemerintahannya. Iran, kendati penduduknya masuk Islam, berbarengan dengan itu mereka memperoleh kemerdekaannya dari pemerintahan Arab. Tetapi Suriah, Irak dan Mesir tidak pernah peroleh hal serupa. Negeri-negeri itu seluruhnya di-Arabkan hingga saat kini.
`Umar sudah barangtentu punya rencana apa yang harus dilakukannya terhadap daerah-daerah yang sudah ditaklukkan oleh pasukan Arab. Dia memutuskan, orang Arab punya hak-hak istimewa dalam segi militer di daerah-daerah taklukan, mereka harus berdiam di kota-kota tertentu yang ditentukan untuk itu, terpisah dari penduduk setempat. Penduduk setempat harus bayar pajak kepada penakluk Muslimin (umumnya Arab), tetapi mereka dibiarkan hidup dengan aman dan tenteram. Khususnya, mereka tidak dipaksa memeluk Agama Islam. Dari hal itu sudahlah jelas bahwa penaklukan Arab lebih bersifat perang penaklukan nasionalis daripada suatu perang suci meskipun aspek agama bukannya tidak memainkan peranan.
Keberhasilan `Umar betul-betul mengesankan. Sesudah Nabi Muhammad, dia merupakan tokoh utama dalam hal penyerbuan oleh Islam. Tanpa penaklukan-penaklukannya yang secepat kilat, diragukan apakah Islam bisa tersebar luas sebagaimana dapat disaksikan sekarang ini. Lebih-lebih, kebanyakan daerah yang ditaklukkan dibawah pemerintahannya tetap menjadi Arab hingga kini. Jelas, tentu saja, Muhammadlah penggerak utamanya jika dia harus menerima penghargaan terhadap perkembangan ini. Tetapi, akan merupakan kekeliruan berat apabila kita mengecilkan saham peranan `Umar. Penaklukan-penaklukan yang dilakukannya bukanlah akibat otomatis dari inspirasi yang diberikan Muhammad. Perluasan mungkin saja bisa terjadi, tetapi tidaklah akan sampai sebesar itu kalau saja tanpa kepemimpinan `Umar yang brilian.
Memang akan merupakan kejutan --buat orang Barat yang tidak begitu mengenal `Umar-- membaca penempatan orang ini lebih tinggi dari pada orang-orang kenamaan seperti Charlemagne atau Julius Caesar dalam urutan daftar buku ini. Soalnya, penaklukan oleh bangsa Arab di bawah pimpinan `Umar lebih luas daerahnya dan lebih tahan lama dan lebih bermakna ketimbang apa yang diperbuat oleh Charlemagne maupun Julius Caesar

Penelusuran Hadist tentang Sholat Jamaah Bagi Perempuan




1. Pembagian Al-Haditsul Bab dan Syahid Wa Muttabi’
تخريج الحديث

نص الحديث
 حَدِيث «أقرب مَا تكون الْمَرْأَة من وَجه رَبهَا إِذا كَانَت فِي قَعْر بَيتهَا وَإِن صلَاتهَا فِي صحن دارها أفضل من صلَاتهَا فِي الْمَسْجِد، وصلاتها فِي بَيتهَا أفضل من صلَاتهَا فِي صحن دارها، وصلاتها فِي مخدعها أفضل من صلَاتهَا فِي بَيتهَا»[1]
الشاهد والمتابع
1. حَدَّثَنَا ابْنُ الْمُثَنَّى، أَنَّ عَمْرَو بْنَ عَاصِمٍ، حَدَّثَهُمْ قَالَ: حَدَّثَنَا هَمَّامٌ، عَنْ قَتَادَةَ، عَنْ مُوَرِّقٍ، عَنْ أَبِي الْأَحْوَصِ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، قَالَ: «صَلَاةُ الْمَرْأَةِ فِي بَيْتِهَا أَفْضَلُ مِنْ صَلَاتِهَا فِي حُجْرَتِهَا، وَصَلَاتُهَا فِي مَخْدَعِهَا أَفْضَلُ مِنْ صَلَاتِهَا فِي بَيْتِهَا»[2]
2 حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الْمُثَنَّى، قَالَ: نَا عَمْرُو بْنُ عَاصِمٍ، قَالَ: نَا هَمَّامٌ، عَنْ قَتَادَةَ، عَنْ مُوَرِّقٍ، عَنْ أَبِي الْأَحْوَصِ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: «صَلَاةُ الْمَرْأَةِ فِي مَخْدَعِهَا أَفْضَلُ مِنْ صَلَاتِهَا فِي [ص:427] بَيْتِهَا، وَصَلَاتُهَا فِي بَيْتِهَا أَفْضَلُ مِنْ صَلَاتِهَا فِي حُجْرَتِهَا» ، وَهَذَا الْحَدِيثُ لَا نَعْلَمُهُ يُرْوَى مِنْ حَدِيثِ أَبِي الْأَحْوَصِ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ إِلَّا بِهَذَا الْإِسْنَادِ
         
 حَدَّثَنَا الْجَرَّاحُ بْنُ مَخْلَدٍ، قَالَ: نَا عَمْرُو بْنُ عَاصِمٍ، قَالَ: نَا هَمَّامٌ، عَنْ قَتَادَةَ، عَنْ مُوَرِّقٍ، عَنْ أَبِي الْأَحْوَصِ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ، أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: «صَلَاةُ الْمَرْأَةِ فِي مَخْدَعِهَا أَفْضَلُ مِنْ صَلَاتِهَا فِي بَيْتِهَا، وَصَلَاتُهَا فِي بَيْتِهَا أَفْضَلُ مِنْ صَلَاتِهَا فِي حُجْرَتِهَا»[3]
. 4نا أَبُو مُوسَى، ثنا عَمْرُو بْنُ عَاصِمٍ، ثنا هَمَّامٌ، عَنْ قَتَادَةَ، عَنْ مُوَرِّقٍ، عَنْ أَبِي الْأَحْوَصِ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: «صَلَاةُ الْمَرْأَةِ فِي مَخْدَعِهَا أَفْضَلُ مِنْ صَلَاتِهَا فِي بَيْتِهَا، وَصَلَاتُهَا فِي بَيْتِهَا أَفْضَلُ مِنْ صَلَاتِهَا فِي حُجْرَتِهَا»[4]
حَدَّثَنَا أَبُو عَبْدِ اللَّهِ مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ أَحْمَدَ الزَّاهِدُ الْأَصْبَهَانِيُّ، ثنا أَحْمَدُ بْنُ مَهْدِيِّ بْنِ رُسْتُمٍ الْأَصْبَهَانِيُّ، ثنا عَمْرُو بْنُ عَاصِمٍ الْكِلَابِيُّ، ثنا هَمَّامٌ، عَنْ قَتَادَةَ، عَنْ مُوَرِّقٍ، عَنْ أَبِي الْأَحْوَصِ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، قَالَ: «صَلَاةُ الْمَرْأَةِ فِي بَيْتِهَا أَفْضَلُ مِنْ صَلَاتِهَا فِي حُجْرَتِهَا، وَصَلَاتُهَا فِي مَخْدَعِهَا أَفْضَلُ مِنْ صَلَاتِهَا فِي بَيْتِهَا» . «هَذَا حَدِيثٌ صَحِيحٌ عَلَى شَرْطِ الشَّيْخَيْنِ وَلَمْ يُخَرِّجَاهُ، وَقَدِ احْتَجَّا جَمِيعًا بِالْمُوَرِّقِ بْنِ مُشَمْرِجِ الْعِجْلِيِّ»[5]

أَخْبَرَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ اللهِ الْحَافِظُ، ثنا أَبُو عَبْدِ اللهِ مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ اللهِ بْنِ أَحْمَدَ الزَّاهِدُ، ثنا أَحْمَدُ بْنُ مَهْدِيِّ بْنِ رُسْتُمَ الْأَصْبَهَانِيُّ، ثنا عَمْرُو بْنُ عَاصِمٍ الْكِلَابِيُّ، ثنا هَمَّامٌ، عَنْ قَتَادَةَ، عَنْ مُوَرِّقٍ، عَنْ أَبِي الْأَحْوَصِ، عَنْ عَبْدِ اللهِ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: " صَلَاةُ الْمَرْأَةِ فِي بَيْتِهَا أَفْضَلُ مِنْ صَلَاتِهَا فِي حُجْرَتِهَا، وَصَلَاتُهَا فِي مَخْدَعِهَا أَفْضَلُ مِنْ صَلَاتِهَا فِي بَيْتِهَا "[6]



احاديث الباب
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ إِدْرِيسَ قَالَ: ثنا الْحُمَيْدِيُّ قَالَ: ثنا سُفْيَانُ قَالَ: حَدَّثَنِي عُمَرُ بْنُ سَعِيدٍ، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ أَبِي عَمْرٍو الشَّيْبَانِيِّ قَالَ: قَالَ عَبْدُ اللهِ بْنُ مَسْعُودٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ: " مَا لِامْرَأَةٍ أَفْضَلُ مِنْ صَلَاتِهَا فِي بَيْتِهَا، إِلَّا فِي الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ "
لكتاب: أخبار مكة في قديم الدهر وحديثه، الباب ذكر فضل الصلاة في المسجد الحرام وما جاء، الجزء 2 الصفحة 90

من طريق يحيى بن العلاء، عن أسيد الساعدي، عن سعيد بن المنذر، عن أم حميد امرأة أبي حميد، نحوه.
وله شاهد من حديث عبد الله بن مسعود أخرجه أبو داود برقم (570) بلفظ: "صلاة المرأة في بيتها أفضل من صلاتها في حجرتها، وصلاتها في مخدعها أفضل من صلاتها في بيتها" وإسناده جيد كما بينا ذلك في تعليقنا على الرواية (5468) من مسند عبد الله بن عمر، وانظر أحاديث الباب ثمة.
قال السندي: قوله: "وصلاتك في بيتك" المراد بالبيت المخزن الذي يكون في الحجرة، والمراد بالحجرة ما هو أوسع من ذلك، فالحاصل أنه كلما كان المحل أضيق وأستر، فصلاة المرأة فيه أولى مما هو أوسع، والله أعلم.

الكتاب: مسند الإمام أحمد بن حنبل، الباب حديث ام حميد، الجزء 45 الصفحة 38

أَخْبَرَنَا عُمَرُ بْنُ مُحَمَّدٍ الْهَمْدَانِيُّ، قَالَ: حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ الْمِقْدَامِ الْعِجْلِيُّ حَدَّثَنَا الْمُعْتَمِرُ بْنُ سُلَيْمَانَ، قَالَ: سَمِعْتُ أَبِي يُحَدِّثُ، عَنْ قَتَادَةَ، عَنْ أَبِي الْأَحْوَصِ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: «الْمَرْأَةُ عَوْرَةٌ، وَإِنَّهَا إِذَا خَرَجَتِ اسْتَشْرَفَهَا الشَّيْطَانُ، وَإِنَّهَا لَا تَكُونُ إِلَى وَجْهِ اللَّهِ أَقْرَبَ مِنْهَا فِي قَعْرِ بَيْتِهَا»
ذِكْرُ الْأَمْرِ لِلْمَرْأَةِ بِلُزُومِ قَعْرِ بَيْتِهَا لِأَنَّ ذَلِكَ خَيْرٌ لَهَا عِنْدَ اللَّهِ جَلَّ وَعَلَا
أَخْبَرَنَا مُحَمَّدُ بْنُ إِسْحَاقَ بْنِ خُزَيْمَةَ، قَالَ: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الْمُثَنَّى، قَالَ: حَدَّثَنَا عَمْرُو بْنُ عَاصِمٍ، قَالَ: حَدَّثَنَا هَمَّامٌ، عَنْ قَتَادَةَ، عَنْ مُوَرِّقٍ الْعِجْلِيِّ، عَنْ أَبِي الْأَحْوَصِ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: «الْمَرْأَةُ عَوْرَةٌ، فَإِذَا خَرَجَتِ اسْتَشْرَفَهَا الشَّيْطَانُ، وَأَقْرَبُ مَا تَكُونُ مِنْ رَبِّهَا إِذَا هِيَ فِي قَعْرِ بَيْتِهَا» (1) . [1: 89]
الكتاب: الإحسان في تقريب صحيح ابن حبان، ذكر اباحة عيادة المراة اباها وموالي ابي ها، الجزء 12 الصفحة 413
 مَا حَدَّثَنَاهُ أَبُو الْعَبَّاسِ مُحَمَّدُ بْنُ يَعْقُوبَ، أَنْبَأَ مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَبْدِ الْحَكَمِ، أَنْبَأَ ابْنُ وَهْبٍ، أَنْبَأَ عَمْرُو بْنُ الْحَارِثِ، أَنَّ دَرَّاجًا أَبَا السَّمْحِ، حَدَّثَهُ، عَنِ السَّائِبِ، مَوْلَى أُمِّ سَلَمَةَ، عَنْ أُمِّ سَلَمَةَ، زَوْجِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «خَيْرُ مَسَاجِدِ النِّسَاءِ قَعْرُ بُيُوتِهِنَّ»
[التعليق - من تلخيص الذهبي] 756 - سكت عنه الذهبي في التلخيص
حَدَّثَنَا أَبُو الْعَبَّاسِ مُحَمَّدُ بْنُ أَحْمَدَ الْمَحْبُوبِيُّ، بِمَرْوَ، ثنا سَعِيدُ بْنُ مَسْعُودٍ، ثنا يَزِيدُ بْنُ هَارُونَ، أَنْبَأَ الْعَوَّامُ بْنُ حَوْشَبٍ، حَدَّثَنِي حَبِيبُ بْنُ أَبِي ثَابِتٍ، عَنِ ابْنِ عُمَرَ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «لَا تَمْنَعُوا نِسَاءَكُمُ الْمَسَاجِدَ، وَبُيُوتُهُنَّ خَيْرٌ لَهُنَّ» . «هَذَا حَدِيثٌ صَحِيحٌ عَلَى شَرْطِ الشَّيْخَيْنِ، فَقَدِ احْتَجَّا جَمِيعًا بِالْعَوَّامِ بْنِ حَوْشَبٍ، وَقَدْ صَحَّ سَمَاعُ حَبِيبٍ مِنِ ابْنِ عُمَرَ، وَلَمْ يُخَرِّجَا فِيهِ الزِّيَادَةَ» وَبُيُوتُهُنَّ خَيْرٌ لَهُنَّ «وَشَاهِدُهُ»
[التعليق - من تلخيص الذهبي] 755 - على شرطهما
الكتاب: المستدرك على الصحيحين، ومن كتاب الامامة، وصلاة الجماعة، الجزء 1 الصفحة 328-327
                                                                                                  





2. TAKHRIJ HADIS TENTANG KEUTAMAAN SHOLAT BERJAMA’AH DI MASJID BAGI PEREMPUAN
Oleh : Abdul Falah

Dari hasil pencarian melalui digital maktabah kamilah, kami menemukan hadis yang diberikan kepada kami dari dosen pembimbing Study Takhrijul Hadits (Ust. Ahmad Ubaydi Hasbillah, MA), yang kemudian hadis ini tercantum dalam kitab takhrijتَخْرِيْجُ أَحَدِيْثُ الإِحياَءِ 
Judul Kitab Asli:
المغني عن حمل الأسفار في الأسفار، في تخريج ما في الإحياء من الأخبار(مطبوع بهامش إحياء علوم الدين[7]
Bab:
في اداب معاشرة
Halaman: 499
Dibawah akan kami jelaskan beberapa penjelasan dan kemiripan hadist yang serupa dengan hadits tersebut
أَقْرَبُ مَا تَكُوْنَ الْمَرْأَة مِنَ وَجْهُ رَبّهَا إِذَا كَانَتْ فِي قَعْر بَيتهَا وَإِن صلَاتهَا فِي صحن دارها أفضل من صلَاتهَا فِي الْمَسْجِد، وصلاتها فِي بَيتهَا أفضل من صلَاتهَا فِي صحن دارها، وصلاتها فِي مخدعها أفضل من صلَاتهَا فِي بَيتهَا
Hadis ini dikeluarkan oleh Ibnu Hiban dari hadis Ibnu mas’ud dengan awal hadis yang tanpa akhirnya, dan akhirnya Abu Dawud ringkasan dari hadisnya tanpa mengingat dihalaman rumah (maksudnya tanpa ada kata صحن). Dan riwayatnya al-Baihaqi dari hadis ibunda ‘Aisyah dengan lafaz yang berbunyi;
وَلِأَن تصلي فِي الدَّار خير لَهَا من أَن تصلي فِي الْمَسْجِد
Sanadnya Hasan, bagi Ibnu Habban  dari hadis أم حميد نَحوه

Adapun kami mencari kemiripan-kemiripan hadits yang serupa di beberapa kitab matan hadits. Ternyata Kami menjumpai banyak hadits yang bunyi matannya hampir sama dan redaksinya tak jauh beda dengan hadits tersebut. Oleh karena itu kami mencari kata kunci Tema “keutamaan sholat seorang wanita”.

أَقْرَبُ مَا تَكُوْنَ الْمَرْأَة مِنَ وَجْهُ رَبّهَا إِذَا كَانَتْ فِي قَعْر بَيْتِهَا وَإِن صلَاتهَا فِي صحن دارها أفضل من صلَاتهَا فِي الْمَسْجِد، وصلاتها فِي بَيتهَا أفضل من صلَاتهَا فِي صحن دارها، وصلاتها فِي مَخْدَعِهَا أفضل من صلَاتهَا فِي بَيْتِهَا
Bunyi matan Hadits yang serupa dengan hadits yang kami cari, beberapa kami beri warna agar jelas dan mempermudah kami dalam membedakannya:
صَلَاةُ الْمَرْأَةِ فِي بَيْتِهَا أَفْضَلُ مِنْ صَلَاتِهَا فِي حُجْرَتِهَا، وَصَلَاتُهَا فِي مَخْدَعِهَا أَفْضَلُ مِنْ صَلَاتِهَا فِي بَيْتِهَا
صَلَاةُ الْمَرْأَةِ فِي مَخْدَعِهَا أَفْضَلُ مِنْ صَلَاتِهَا فِي بَيْتِهَا، وَصَلَاتُهَا فِي بَيْتِهَا أَفْضَلُ مِنْ صَلَاتِهَا فِي حُجْرَتِهَا
صَلَاةُ الْمَرْأَةِ فِي مَخْدَعِهَا أَفْضَلُ مِنْ صَلَاتِهَا فِي بَيْتِهَا، وَصَلَاتُهَا فِي بَيْتِهَا أَفْضَلُ مِنْ صَلَاتِهَا فِي حُجْرَتِهَا
صَلَاةُ الْمَرْأَةِ فِي بَيْتِهَا أَفْضَلُ مِنْ صَلَاتِهَا فِي حُجْرَتِهَا، وَصَلَاتُهَا فِي مَخْدَعِهَا أَفْضَلُ مِنْ صَلَاتِهَا فِي بَيْتِهَا
صَلَاةُ الْمَرْأَةِ فِي بَيْتِهَا أَفْضَلُ مِنْ صَلَاتِهَا فِي حُجْرَتِهَا، وَصَلَاتُهَا فِي مَخْدَعِهَا أَفْضَلُ مِنْ صَلَاتِهَا فِي بَيْتِهَا
Dari matan-matan diatas pada kata yang kami warnai merupakan serupa yang redaksinya hanya diubah urutannya. Dari hadits yang diberikan pada kami, pada kata yang kami blok biru itu tidak terdapat pada bunyi matan yang lain. Tetapi Maksud dan tujuan hadits tersebut sama (serupa)dari hadits yang kami teliti.
ð  Hasil penelusuran (Takhrij) dalam kutubus Sittah dan kitab-kitab kumpulan dalam matanul hadits.
Berdasarkan hasil penelusuran dengan melalui cara pertama, yaitu metode mu’jam,



-         Terdapat pada kitab Sunan karya Abu Dawud[8].
حَدَّثَنَا ابْنُ الْمُثَنَّى، أَنَّ عَمْرَو بْنَ عَاصِمٍ، حَدَّثَهُمْ قَالَ: حَدَّثَنَا هَمَّامٌ، عَنْ قَتَادَةَ، عَنْ مُوَرِّقٍ، عَنْ أَبِي الْأَحْوَصِ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، قَالَ: صَلَاةُ الْمَرْأَةِ فِي بَيْتِهَا أَفْضَلُ مِنْ صَلَاتِهَا فِي حُجْرَتِهَا، وَصَلَاتُهَا فِي مَخْدَعِهَا أَفْضَلُ مِنْ صَلَاتِهَا فِي بَيْتِهَا
-         Dalam kitab musnad Al-Bazar Al-Mansyur Basim Al-Bahr Abi Ahwash.[9]
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الْمُثَنَّى، قَالَ: نَا عَمْرُو بْنُ عَاصِمٍ، قَالَ: نَا هَمَّامٌ، عَنْ قَتَادَةَ، عَنْ مُوَرِّقٍ، عَنْ أَبِي الْأَحْوَصِ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: «صَلَاةُ الْمَرْأَةِ فِي مَخْدَعِهَا أَفْضَلُ مِنْ صَلَاتِهَا فِي بَيْتِهَا، وَصَلَاتُهَا فِي بَيْتِهَا أَفْضَلُ مِنْ صَلَاتِهَا فِي حُجْرَتِهَا[10]

-         Dalam Kitab Shahih Ibnu Huzaimah[11]
نا أَبُو مُوسَى، ثنا عَمْرُو بْنُ عَاصِمٍ، ثنا هَمَّامٌ، عَنْ قَتَادَةَ، عَنْ مُوَرِّقٍ، عَنْ أَبِي الْأَحْوَصِ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: صَلَاةُ الْمَرْأَةِ فِي مَخْدَعِهَا أَفْضَلُ مِنْ صَلَاتِهَا فِي بَيْتِهَا، وَصَلَاتُهَا فِي بَيْتِهَا أَفْضَلُ مِنْ صَلَاتِهَا فِي حُجْرَتِهَا

-         Dalam Kitab Al-Mustadrak ‘Ala Shohihaini[12]
حَدَّثَنَا أَبُو عَبْدِ اللَّهِ مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ أَحْمَدَ الزَّاهِدُ الْأَصْبَهَانِيُّ، ثنا أَحْمَدُ بْنُ مَهْدِيِّ بْنِ رُسْتُمٍ الْأَصْبَهَانِيُّ، ثنا عَمْرُو بْنُ عَاصِمٍ الْكِلَابِيُّ، ثنا هَمَّامٌ، عَنْ قَتَادَةَ، عَنْ مُوَرِّقٍ، عَنْ أَبِي الْأَحْوَصِ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، قَالَ: صَلَاةُ الْمَرْأَةِ فِي بَيْتِهَا أَفْضَلُ مِنْ صَلَاتِهَا فِي حُجْرَتِهَا، وَصَلَاتُهَا فِي مَخْدَعِهَا أَفْضَلُ مِنْ صَلَاتِهَا فِي بَيْتِهَا.[13]

-         Dalam Kitab Sunan Kabir karya Al-Baihaqi[14]
أَخْبَرَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ اللهِ الْحَافِظُ، ثنا أَبُو عَبْدِ اللهِ مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ اللهِ بْنِ أَحْمَدَ الزَّاهِدُ، ثنا أَحْمَدُ بْنُ مَهْدِيِّ بْنِ رُسْتُمَ الْأَصْبَهَانِيُّ، ثنا عَمْرُو بْنُ عَاصِمٍ الْكِلَابِيُّ، ثنا هَمَّامٌ، عَنْ قَتَادَةَ، عَنْ مُوَرِّقٍ، عَنْ أَبِي الْأَحْوَصِ، عَنْ عَبْدِ اللهِ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: " صَلَاةُ الْمَرْأَةِ فِي بَيْتِهَا أَفْضَلُ مِنْ صَلَاتِهَا فِي حُجْرَتِهَا، وَصَلَاتُهَا فِي مَخْدَعِهَا أَفْضَلُ مِنْ صَلَاتِهَا فِي بَيْتِهَا "




ð   (Skema Sanad) Haikal Sanad
Rasulullah Saw
Ahmad bin Mahdiyyi bin Rustum Al-Ashbahaaniyyu
Abu Abdillah bin Muhammad Abdillah bin Ahmad Azzahidu Al-Ashbahaniyy
Abu Abdullah Al-Hakim Muhammad
Abdillah bin Mas’ud
Abi Ahwas
Muwarriq
Qatadah
Hammam
Amra bin 'Ashim kilabiyyu
Ibnu Mutsanna
Abu Dawud
Abu Musa
Ibnu Huzaimah
حَدَّثَنَا
حَدَّثَهُمْ
حَدَّثَنَا
عن
عن
عن
عن
 


ð  Penelitian (Kritik) Sanad Hadis
Kami meneliti Sanad dari jalur Abu Dawud dengan komposisi Abdillah(sahabat), Abi Ahwas, Muwarriq, Qatadah, Hammam, Amra bin ‘Ashim kilabiyu.

1.      Abdullah bin Mas’ud
Nama lengkapnya adalah Abdullah bin Mas’ud. Beliau adalah sahabat Nabi yang lahir pada dan wafat pada 32 H di Madinah al-Munawwarah, pada masa kekhalifahan Ali b. Abi Thalib. Beliau dikenal sebagai pakar Tafsir dan Qiraat di kalangan sahabat Nabi.
Sebagaimana layaknya sahabat Nabi yang lain, beliau juga aktif mengikuti pengajian yang diasuh langsung oleh Rasulullah saw. Di samping itu, beliau juga banyak meriwayatkan hadis dari sahabat lain seperti Umar bin al-Khatthab, Sa’d bin Mu’adz al-Anshari, dan Shafwan bin ‘Assal al-Muradi.
Sepeninggal Rasulullah saw beliau tidak hanya tinggal diam. Beliau meimiliki tanggung jawab menyebarkan Islam dan mengajarkan ilmu dan meriwayatkan hadis-hadis yang didengar dari Rasulullah. Karenanya, banyak sekali Sahabat dan tabi’in yang belajar kepada beliau. Dari kalangan sahabat, di antaranya adalah Abdullah bin al-Zubayr, Ibnu Umar, Abdullah bin fairuz al-Daylami, dll. Sedangkan dari tingkatan tab’in di antaranya adalah Imran bin Hushain, Abu al-Ahwash Auf bin Malik, dll. Mengingat posisinya sebagai sahabat, para ulama sepakat bahwa sahabat tidak perlu dikritik dan apalagi diragukan kredibilitasnya. Al-Shahâbah kulluhum ‘udûl. Seluruh sahabat adalah adil.
2.      Abul Ahwash
Nama Lengkapnya adalah ‘Auf bin Malik bin Nadhalah al-Asyja’iy al-Jusyami yang populer dengan nama kunyah-nya, yaitu Abul Ahwash al-Kufi. Dia termasuk keturunan Jusyam bin Muawiyah bin Bakr bin Hawazin. Dia hidup pada generasi tabi’in, murid para sahabat Nabi. Dia wafat pada 127 H, pada masa pemerintahan al-Hajjaj. Dia juga pernah mengikuti perang bersama Ali bin Abu Thalib melawan kelompok Khawarij di Nahrawan.[15]
Di antara guru-guru Abul Ahwash adalah Abdullah bin Mas’ud, Urwah bin Mughirah bin Syu’bah, Ali bin Abi Thalib, Malik bin Nadhlah al-Jusyami (bapaknya), Masruq bin al-Ajda’, Abu Musa al-Asy’ari, Abu Hurairah,
Sedangkan murid-muridnya, di antaranya adalah Ibrahim bin Muhajir, Muwarriq, Asy’ats bin Abu al-Sya’tsa’, al-Hasan al-Bashri, Abu Ishaq al-Suba’i, al-Hakam bin ‘Utbah, dll.
Berikut ini adalah komentar para Ulama Rijal Hadis:
No
Kritikus
Jarh
Ta’dîl
Keterangan
1
Al-Nasai
-
Tsiqah

2
Ibnu Hajar
-
Tsiqah

3
Ibnu Hibban
-
Tsiqah

4
Abu Hatim
-
Tsiqah

5
Al-Dzahabi
-
watssaqûhu

6
Ibnu Ma’in
-
Tsiqah

Kesimpulan
Tsiqah

3.      Muwarriq bin Musyammaraj
Nama lengkap beliau adalah Muwarriq bin Musyammaraj bin Abdillah Al-Ajliy dengan nama populernya Abu Al-Mu’tamar Al-Bashri, beliau dari kufiy. Tingkatan beliau adalah diantara (pertengahan) para Tabi’in, tidak diketahui tepatnya kapan tahun kelahirannya. Beliau Wafat pada tahun 100 H (lebih kurangnya diatas tahun 100 H riwayat tidak menjelaskan secara terperinci tepatnya).
Imam Bukhari, Muslim, Abu Dawud, At-Tirmidzi, An-Nasa’i dan Ibnu Maajah meriwayatkan hadits-hadits yang beliau diriwayatkan oleh beliau.
Penilaian Ulama mengenai kehujjahan beliau diantaranya Ibnu Hajar, Adz-Dzahabi, Al-Maziy, Ishaq bin Manshur, Yahya bin Mu’ayn, Ibnu Hibban, An-Nasa’i menilai bahwasanya beliau adalah tsiqqah (terpercaya) dan ‘Abid (Ahli Ibadah). menurut riwayat beliau pernah pergi haji bersama  ibnu Umar dan sahabat-sahabatnya yang lain, dan mendatangi Khurasan  pada hari/tanggal Qutaibah.
Beliau sangat dikenal dan dekat dengan pemerintahan Umar bin Hubairah di Irak. Terjadi ikhtilaf tentang wafatnya beliau (seperti yang disebutkan diatas),
Menurut Al-Haytsim bin Adiy tahun 103 H, Ibnu Hibban mengatakan 105 H, Khalifah dan Ibnu Qaana’ berpendapat tahun 108 H.
Diantara guru-guru Muwarriq adalah Anas bin Malik, Jundub bin Abdullah Al-Bajaly, Sulayman Al-Farisi, Sofwan bin Mahraz, Abdullah bin Ja’far, Abdullah bin Abbas, Abdullah bin Umar bin Khattab, Umar bin Khattab, Muhammad bin Siyrin, Abul Ahwash Al-Jasyimiy, Abu Darda, dan Abu Dzar Al-Ghifary.[16]
Kemudian murid-murid yang belajar kepada beliau adalah  Aban bin Abi ‘Iyasy, Isma’il bin Abi Kholid, Taubah Al-Anbariy, Jamil bin Murah, Hamid At-Thawil, ‘Ashim Al-Ahwal, ‘Athoyyah bin Buhram, ‘Awn bin Abi Syadad, Qatadah, Mujahid bin Jabir, Muslim bin Muslim, Musa bin Tsuwan, dan Abu Tayah.
No
Kritikus
Jarh
Ta’dîl
Keterangan
1
Ibnu Hajar
-
Tsiqah, ‘Abid

2
Al-Dzahabi
-
Tsiqah, ‘Abid, Mujahid

3
An-Nasa’i
-
Tsiqah

4
Abu Hibban
-
Tsiqah

5
Muhammad bin Sa’id
-
Tsiqah ‘Abidan

Kesimpulan
Tsiqah
Berikut ini adalah komentar para Ulama Rijal Hadis:


4.      Qatadah
Nama Asli beliau adalah Qatadah bin Di’amah bin Qatadah, nama lainnya Qatadah bin Da’amah bin ‘Akabah, Abul Khattab Al-Bashriy. Beliau lahir antara pada tahun 60 atau 61 H. Kedudukan/ tingkatan beliau mendekati antara tabi’in (pertengahan tabi’in/ tabi tabi’in). Beliau wafat pada tahun 100 H (jelasnya antara 110 atau diantara itu). Imam-imam yang meriwayatkan hadits dari beliau adalah: Imam Bukhari, Muslim, Abu Dawud, At-Tirmidzi, An-Nasa’i, Ibnu Majah)
Penilaian para Ulama terhadap beliau yaitu; Ibnu Hajar menempatkan derajat beliau Tsiqqah Tsabat (terpercaya dan dapat dijadikan hujjah/kukuh). Adz-Dzahabi menilai beliau Al-Hafidz[17] (Pemelihara dan penjaga Hafalannya).
           Adapun kondisi fisik beliau tidak sesempurna manusia awam selayaknya, beliau tidak dapat melihat (buta). Muhammad bin Sa’id menyebutkan bahwa Qatadah derajatnya ketiga dari Ahli Basrah (penduduk Basrah)/ maksudnya ia merupakan kalangan Tabi’ tabi’in pertengahan dan dekat dengannya. Ghalib Al-Qatan mengatakan dari Bakr bin Abdullah Al-Mazni bahwasanya tidak ada yang lebih pantas pada masa ini menyampaikan hadits melainkan Qatadah, dan kami tidak melihat ada yang lebih Hafal/Hafidz (yang memelihara hafalannya mengenai hadist) daripadanya. Abu Halalan mengatakan dari Matru Al-Waraq bahwa Qatadah itu terus-menerus belajar dan mencari ilmu seumur hidupnya sampai Ajalnya tiba.
Diantara Guru-guru yaitu; Anas bin Malik, Badiyl bin Maysurah Al-Aqily, Basyr bin ‘aidzd Al-Munkar, Basyr bin Al-Muhtafaz, Basyr bin Ka’ab Al-‘Adwiy, Bakr bin Abdullah Al-Mazniy, Abi Asy-Sya’tsa Jabir bin Zaid, Jari bin Kulayb Al-Sudusiy, Habib bin Salim, Hasan bin Bilal, Al-Hasan bin Abdurrahman As-Syamy, Al-Hasan Al-Bashr, Hamid bin Hilal Al-‘Adwi, Kholid bin Darika, Kholid bin ‘Arfathoh, Kholid Al-‘Ashri, Kholas Al-Hajriy, Khaytsymmah bin Abdurrahman Al-Ja’fiy, Dawud bin Abi ‘Ashim, Dawud As-Saraj, Rifa’I Abi Al-‘Aliyah Ar-Riyahi, Zararah bin Awfi, Zuhdim Al-Jaramiy, Salim bin Abi Al-Ja’da, Sa’id bin Abi Bardah bin Abi musa Al-Asy’ari, Sa’id bin Abi Al-Hasan Al-Bashr, Sa’id bin Abdurrahman bin abzay, Sa’id bin Al-Musiyb, Sa’id bin Yazid Al-Bashr, Safiynah, Sulaiman bin Qayis Al-Yasykari, Sulaiman bin Yusar, Sunan bin Sulaiman bin Al-Muhabbiq, Syarik bin Khalifah As-Sudaysy, Syahr bin Hawsyab, Sholih Abi Al-Kholil, Shofwan bin Muhraz, Abi Tamimah Thariq bin Mujalid, ‘Amir As-Sya’biy, dan Muwarriq bin Musyammaraj serta masih banyak lagi yang lainnya.
Beberapa murid-murid beliau adalah; Aban bin Yazid Al-‘Athor, Isma’il bin Muslim Al-Makiy, Asy’ats bin Baraz Al-Hujaymi, Ayyub As-Sakhtiyaniy, Ayyub Abul ‘Ula Al-Qishab, Bakir bin Abi As-Samith, Jarir bin Hazam, Hajaj bin Arthoh, Hajaj bin Hajaj Al-Bahali, Harab bin Syadad, Hisam bin Mushok, Hasan bin Dzakwan Al-Mu’allim Al-Hakam bin Abdul-Malik Al-Qurasy, Al-Hakam bin Hisyam Ats-Tsaqfiy, Hamad bin Al-Ja’d, hamad bin Salamah, Hamid Ath-Thowiil, Kholid bin Qoys Al-Hidaniy, Sa’id bin Basyir Ad-Damasqy, Sa’id bin Abi Urwbah, Sa’id bin Abi Hilal Al-Mishri, Sulaiman bin Hiban, Sulaiman Al-A’masy, Sulaiman At-Taymiy, Suwaid Abu Hatim, Salam bin Abi Muthi’, Syadad bin Su’aid Abu Thalhah Ar-Rasiy, Syu’bah bin Al-Hajaj, Syaiban bin Abdurrahman An-Nahwy, As-Shalih Al-Mariy, Ash-Sho’qu bin Hazan, Dhoror bin ‘Amru Al-Multhy dan Hamam bin Yahya, serta masih banyak lagi yang lainnya.








No
Kritikus
Jarh
Ta’dîl
Keterangan
1
Ibnu Hajar
-
Tsiqah, Tsabit

2
Al-Dzahabi
-
Al-Hafidz

3
Ibnu Sa’
-
Tsiqah

4
Abu Hibban
-
Tsiqah

5
Muhammad bin Sa’id
-
Tsiqah ‘Abidan

Kesimpulan
Tsiqah
Berikut ini adalah komentar para Ulama Rijal Hadis:










5.      Hammam

Nama Asli beliau adalah Hamam bin Yahya bin Diynar Al-‘Awdzi Al-Mahallamiy, Ayahnya Abdullah, dan dipanggil Abu Bakr, Orang Basrah lahir di Clan Bani Awdzi bin Sawd bin Al-Hijr bin Amru. Beliau adalah merupakan pengikut setia Tabi’ tabi’in dan wafat antara tahun 164/165 H.
Para Imam 6 meriwayatkan hadits-hadits beliau. Menurut Ibnu Hajar kedudukan beliau adalah tsiqqah, sedikit keraguan padanya.
Ahmad bin Sunan Al-Qatan mengatakan dari yazin bin harun bahwa Hammam adalah orang yang kuat dalam Hadits. Ia pun juga menjadi Hujjah yang kuat diantara guru-gurunya. Menurut Zakaria bin Yahya As-sajiy yang ia mendapaktkabar dari Ahmad bin Muhammad yang didengarnya dari Ahmad bin Hanbal yang berkata beliau adalah tsiqqah dan dia Tsabit.
Abdurrahman bin Abi Hatim menjelaskan bahwa Hammam ia adalah ulama yang derajatnya Tsiqah Shodiq, ia hafidz dengan segala hafalannya dan ia merupakan murid kesayangan Qatadah.
Imam Bukhari berkata bahwa Hammam wafat tahun 163 H. Ibnu Hibban mengatakan bahwa Hammam meninggal pada bulan Ramadhan tahun 164 H.
Adapun guru-guru Hammam yaitu; Ishaq bin Abdurrahman bin Abi Thalhah, Anas bin Sirin, Bakr bin Wail, Tsabit Al-Banan, Alhasan AlBashr, Husein Al-Mu’allim, Zaid bin Said, Zaid Al-A’lam, Qatadah, Hisyam bin Urwah, dll.
Murid-murid yang belajar dengan beliau yaitu; Ahmad bin Ishaq Al-hadramiy, Ismail ibn ‘Aliyyah, Basyr bin Sury, Hibban bin Hilal, Hajaj bin Manhal, Abi ‘Ala Hasan bin Hasan Al-Basry, Dawud bin Syabib, Abu Dawud Sulaiman bin Dawud At-Thayalisy,Sulaiman bin Nu’iman As-Syaibani, Abdullah bin Roja Al-Ghodani, Amr bin Ashim, dll.
Para Ulama Mengomentari Hamam;
No
Kritikus
Jarh
Ta’dîl
Keterangan
1
Ibnu Hajar
-
Tsiqah, la ba’tsa bhi

2
Al-Dzahabi
-
Al-Hafidz

3
Husein bin Hasan Ar-Razy
-
Tsiqah

4
Muhammad bin Sa’id
-
Tsiqah

5
Al-Ajliy
-
Tsiqah

6
Al-Hakim
-
Tsiqah, Hafidz

7
As-Saja
-
Al-Hafidz

Kesimpulan
Tsiqah















6. Amr bin ‘Ashim
Nama lengkap adalah Amr bin ‘Ashim bin ‘Ubaydillah bin Al-Waza’ Al-Kalabiy, Al-Qaysiy, Abu ‘Utsman Al-Bashry. Ia merupakan Thabaqat ke 9 dari Tabi’ tabi’in. Tahun kewafatan beliau 213 H, ulama yang meriwayatkan hadits dari beliau yaitu Imam 6 (Bukhari, Muslim, Abu Dawud, Tirmidzi, Nasa’i, Ibnu Majah).
Komentar para ulama terhadap derajat Amr bin ‘Ashin;
No
Kritikus
Jarh
Ta’dîl
Keterangan
1
Ibnu Hajar
-
Shaduq fi Hafdzah syaiin

2
Al-Dzahabi
-
Al-Hafidz

3
Abu Bakr bin  Abi Khaytsumah
-
Shalih

4
Muhammad bin Sa’id
-
Tsiqah

5
An-Nasa’i
-
Laysa bihi

6
Ibnu Hibban
-
Tsiqah

Kesimpulan
Tsiqah











.


.
Bukhari mengatakan bahwasanya Amr bin Ashim wafat pada tahun 213 H.[18] Ibnu Hibban menambahkan tepatnya di awal bulan Jumadil ‘Ula. Guru-guru beliau diantaranya; Ishaq bin Yahya bin Thalhah bin Ubaidilah, Jarir bin Hazim, Hiban bin Yusar, Hamid bin Al-Hakim, Sulaiman bin Al-Mughirah, Syu’bah bin Al-Hajaj, Thoyyib bin Sulaiman, Abdul Wahid bin Ziyad, Hammam bin Yahya, Qarib bin Abdul Malik, dll.
Murid-murid beliau yaitu; Al-Bukhari, Ibrahim bin Al-Mustamir Al-‘Arwaqi, Ibrahim bin Maktum Al-Bashru, Ibrahim bin Ya’qub Al-Jawzajaniy, Ahmad bin Ishaq Al-saramary, Ishaq bin siyar An-Nashybi, Al-Hasan bin ‘Ali Al-Halawani Al-Halali, Khalaf bin Salim Al-Kharomi, Abdullah bin Abdurrahman Ad-Darami.
Amr bin ‘Ashim Al-Kalaby merupakan ulama yang terkenal tsiqah, jikalau saja tidak ada beliau ahlinya maka, beliau dikenal Alhafidz oleh banyak ulama, dan begitupun ke hujjahan beliau tidak diragukan, begitupun beliau di gelarkan dikatakan Ahadul Itsbat.[19]
















7.  Ibnu Mutsanna
Nama lengkap beliau adalah Abdullah bin Roja bin Amr, dia dikenal dengan panggilan Ibnu Mutsanna, Dari bani Al-Ghadani, Ayahnya Amr, dan ia biasa pula dipanggil Abu Amr, dia adalah orang Basrah. Kedudukan derajatnya adalah tingkat ke 9 dari para tabi’ tabi’in. Tahun kewafatannya kurang lebih sedikit sebelum 220 H, adapun Imam Bukhari, An-Nasa’i, Ibnu Majah meriwayatkan hadits dari beliau. Begitupun Abu Dawud Dalam Kitabnya ‘Nasikh dan Mansukh’.
Diantara guru-guru Ibnu Mustanna Ishaq bin Yazid Al-Kufiy, Israil bin Yunus, Haris bin Sabil Al-Bashri,Rowh bin Al-Musabbab, Roadah bin Qadamah, Sa’id bin Sulaiman bin Abi Al-Hisam, Sulaiman bin Abi Dawud, Syarik bin Abdillah An-Nakh’iy, Syu’bah bin Hajaj, Syaiban bin Abdurrahman An-Nahwu, ‘Ashim bin Muhammad bin Zaid Al-’Amru, Abdullah bin Hasan Al-Anbar, Abi Sofwan Abdullah bin Sa’id Al-Amwa, dll.[20]
Murid-murid beliau yaitu : Al-Bukhari, Ibrahim bin Ishaq Al-Harabiy, Ibrahin bin Hatim, Ibrahim bin Rasyid Al-Adamy, Abu Muslim Ibrahim bin Abdillah Al-kajiy, Ibraahim bin Fahd bin Hakim As-Sajiy, Ibrahim bin Nasr bin Abdur Razaq Ar-Razi, Ahman bin Abi Sholayyah, Ahmad bin Muhammad bin Syubawiyyah Al-Marwaz, Abu Bakr Aham bin Muhammad bin Hani Al-Atsram, Ahmad bin mahdi bin Rastm Al-Asbihaniy, dll
Beberapa ulama berpendapat tentang kapan tepatnya kewafatan beliau, menurut Abu Al-Qasim Al-Lakaiy dan yang lain beliau (Ibnu Mutsanna) wafat pada tahun 219 H. ada juga Muhamma bin Abdullah Al-Hadramiy 220 H dan ulama lainnya mengatakan beliau wafat tepatnya pada akhir bulan Dzulhijjah tahun 119 H atau permulaan awal tahun pada bulan Muharram tahun 220H. Abu Dawud meriwayatkan Hadits dari beliau dalam kitabnya Nasikh Mansukh, serupa dengan Ibnu Majah.[21] Pendapat Abu Musa Muhammad bin Mtusanna wafat pada Akhir Dzulhijjah tahun 219 H.

No
Kritikus
Jarh
Ta’dîl
Keterangan
1
Ibnu Hajar
-
Shaduqihim Qolilan

2
Al-Dzahabi
-
Tsiqqah Ridho

3
Utsman bin Sa’id Ad-Daramiy
-
Laa ba’tsa bihii
Syaikh Suduqan
4
Hisyam bin Martsad At-Thabrani
-
Laytsa bihii
Banyak At-Tashif
5
‘Amr bin ‘Ali
-
Shoduuq
Banyak keliru dan  At-Tasshif laytsa bi hujjah
6
Abu Hatim
-
Tsiqah Ridho

7
Ibnu Hibban
-
Tsiqah

8
Ya’qub bin Sofyan
-
Tsiqah

9
Ad-Duriy
-

ليس من أصحاب الحديث
Kesimpulan
Tsiqah















.


b. Analisis Ketersambungan Sanad Hadis (ittishâl al-Sanad)
Dari penelusuran kami, kemungkinan besar Jalur Sanad yang kami cari melalui pendekatan guru-murid ternyata terputus antara kedua perawi ini yaitu Amr bin ‘Ashim dengan Ibnu Mutsanna. Kesimpulan kami sementara bahwa hadits ini berstatus terputus sanadnya (Munqati’). Karena ibnu Mutsanna tidak menyebutkan Amr bin Ashim, begitupun Amr bin Ashim tidak menyebutkan nama ibnu Mutsanna dalam Amr bin Ashim.
Ada tiga cara dalam menentukan ketersambungan sanad hadis, yaitu dengan meneliti:
1. Redaksi periwayatan (shîghat al-tahammul wa al-âdâ’)
            Jika kita lihat sanad hadis yang kita teliti ini, redaksi hadits tersebut menggunakan (Haddatsana)  dan pada Amr bin ‘Ashim bahwasanya menggunakan Haddatsahum, kami juga berpendapat hubungan Ibnu Mutsanna dan Amr bin ‘Ashim bukan Guru murid, namun pernah bertemu disebuah tempat. Karena jika dilihat selisih umur mereka berdua tidak jauh berbeda. Tetapi Imam Abu Dawud memasukkan Matan hadits ini yang diriwayatkan  dari Ibnu Mutsanna pada kitabnya Naskh dan Mansukh atas dasar hadits ini jika dilihat keseluruhan periwayatannya atas jalur yang baik serta riwayatnya tsiqqah termasuk Amr bin Ashim dan Ibnu Mutsanna, hanya hubungan guru murid diantara beliau berdua tidak dipastikan adanya.


2. tahun wafat rawi, berikut tahun lahirnya –jika ada-;
            Berdasarkan data biografi rawi di atas, penyimpulan kami bahwasanya tahun kewafatan para perawi tidak terlalu jauh dan kemungkinan masih adanya hubungan ta’alim antara guru dan murid, seperti perawi 2 Abul Ahwash yang usianya sangat panjang, yang meninggal pada tahun ke 127H, sementara muridnya Muwarriq dan Qatadah wafat pada tahun antara 100H.
3. Analisis Kualitas Rawi Hadis
            Dari kesimpulan seluruh periwayat hadits ini, bahwasanya para perawi hadits ini dinyatakan tsiqqah oleh para ulama Rijal Hadits. Tidak ada kecacatan dari perawi hadits, namun ada keterputusan hubungan guru murid di antara 2 perawi tersebut. Kami menyatakan bahwa kualitas rawi hadits ini adalah baik dan tidak terdapat syadz didalamnya.

ð  HUKUM SANAD HADIS

            Berdasarkan penelitian di atas, dapat disimpulkan bahwa sanad hadis ini adalah Hasan karena seluruh kriteria kesahihan sanad telah terpenuhi. Hanya saja ada beberapa rawi yang mengalami degradasi intelektual saat tua. Namun jika hadis ini diriwayatkan saat rawi-rawi tersebut masih normal, belum mengalami pikun, maka sanad hadis ini bisa naik menjadi sahih. Wallahu A’lam.











Kesimpulan
Pada akhir tugas ini kami mengucapkan banyak terima kasih kepada bapak Dosen pengampu mata kuliah Takhrijul Hadits, Ust. Ahmad Ubaydi Hasbillah ,MA yang telah membantu kami dalam memberikan segala masukan sehingga terselesaikanlah tugas ini. Kami berkesimpulan dari hadits yang kami teliti mengenai keutamaan perempuan sholat dirumah-rumahnya ketimbang dimasjid ini berkualitas hasan, pun menurut Abu Dawud mengkriteriakan hadits ini hasan, walau ada keterputusan hubungan guru murid pada Ibnu Mtsanna dan Amr bin Ashim. Dari seluruhnya hadits ini sangat relevan dengan kenyataan yang ada, karena perempuan seharusnya berada dirumah dan itu lebih baik baginya ketimbang keluar dari rumahnya. Hadits yang mendukung hadits ini yang serupa maksudnya ada banyak. Kami mencantumkan seluruh susunan tugas kami dari awal pencarian Ahaditsul Bab dan hadits-hadits yang terkait dari yang kami teliti, semoga tugas ini dapat bermanfaat bagi pembacanya. Dan kami mohon maaf jika didalam penyusunan dan penulisan tugas ini terdapat banyak kesalahan. Demikian.
                                                                                                                               
                                                                                                                                 Abdul Falah


[1] الكتاب: المغني عن حمل الأسفار في الأسفار، في تخريج ما في الإحياء من الأخبار (مطبوع بهامش إحياء علوم الدين)الباب : في اداب معاشرة. الصففحة : 499. المؤلف: أبو الفضل زين الدين عبد الرحيم بن الحسين بن عبد الرحمن. بن أبي بكر بن إبراهيم العراقي (المتوفى: 806هـ) .الناشر: دار ابن حزم، بيروت – لبنان. الطبعة: الأولى، 1426 هـ - 2005 م. عدد الأجزاء: 1

[2] الكتاب: سنن أبي داود، باب التشديد في ذلك، الجزء 1، الصفحة 156

الكتاب: مسند البزار المنشور باسم البحر الزخار، الباب مورق الجلي، عن ابي الاحوض عن عبدالله، الجزء 5 الصفحة428[3]

[4] الكتاب: صحيح ابن خزيمة، الباب التيار صلاة المراة في مخدعها على، الجزء 2 الصفحة95
[5] أخرجه أبو داود وسكت عنه هو والمنذري، وأخرجه ابن خزيمة
[6] الكتاب: السنن الكبرى البيهقي، الباب مساجد النساء قعر بيوتهن الجزء 3 الصفحة 188

[7] Pengarang kitab tersebut yaitu; Al-Hafidz Abu Al-Fadhl, (725-806 H/ 1325-1404 M) beliau biasa dikenal dengan nama Al-‘Araqi.
[8] الكتاب: سنن أبي داود، باب التشديد في ذلك، الجزء 1، الصفحة 156
[9] الكتاب: مسند البزار المنشور باسم البحر الزخار، الباب مورق الجلي، عن ابي الاحوض عن عبدالله الجزء 5 الصفحة426
[10] Hadis ini tidak diketahuinya perawi dari hadis Abi Ahwash, kecuali dengan Isnad dari Abdillah ini.
[11] الكتاب: صحيح ابن خزيمة، الباب التيار صلاة المراة في مخدعها على، الجزء 2 الصفحة95
[12] الكتاب: المستدرك على الصحيحين، ومن كتاب الامامة، وصلاة الجماعة، الجزء 1 الصفحة 328
[13] «هَذَا حَدِيثٌ صَحِيحٌ عَلَى شَرْطِ الشَّيْخَيْنِ وَلَمْ يُخَرِّجَاهُ، وَقَدِ احْتَجَّا جَمِيعًا بِالْمُوَرِّقِ بْنِ مُشَمْرِجِ الْعِجْلِيِّ  Hadis ini shahih atas syarat para guru dan belum di keluarkannya.
[14] الكتاب: السنن الكبرى البيهقي، الباب مساجد النساء قعر بيوتهن الجزء 3 الصفحة 188

[15]  Al-Mizzi, Tahdzîb al-Kamâl fi Asmâ al-Rijâl, (Beirut: Darul Fikr, 1994), vol. 14, h. 451; Lihat juga: Ibnu Hajar al-‘Asqalani, Tahdzîb al-Tahdzîb, (Beirut: Darul Fikr, 1995), cet. II, vol. 6, h. 281.
[16] قال المزي في تهذيب الكمال
[17] Kuat dalam hafalan hadist dan mengetahui seluruh perawinya.
[18] Hafidz, fi Tahdizb At-Tahdzib, Bab 8 hal 59.
[19] Dari Bukhari, Abu Muhammad Ad-Darmi, Abdu bin Humaid. Dari kitab  سير أعلام النبلاءط الرسالة, Bab 10: Hal. 256
[20] Seperti yang disebutkan diatas bahwa nama perawi sebelumnya tidak ditemukan di daftar nama-nama guru Ibnu Mutsanna.
[21] Al-Hafidz dalam Kitab Tahdzibul Tahdzib, Bab:5,Hal.210
 

Blogger news

Blogroll

About